Senin, 24 Februari 2020

JURNAL PERCOBAAN 3 PEMURNIAN ZAT PADAT


JURNAL PRAKTIKUM
KIMIA ORGANIK I

Hasil gambar untuk LAMBANG UNJA



HESTI NURMELIS (A1C118090)
REGULER A 2018

DOSEN PENGAMPU
Dr.Drs. SYAMSURIZAL, M.Si.


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020

PERCOBAAN 3
       I.            Judul : Pemurnian Zat Padat
    II.            Hari, Tanggal : Rabu, 26 Februari 2020
 III.            Tujuan : Adapun tujuan dilakukannya praktikum kali ini adalah :
1.      Dapat melakukan kristalisasi dengan baik
2.      Dapat memilih pelarut sesuai untuk rekristalisasi
3.      Dapat menjernihkan dan menghilangkan warna larutan
4.      Dapat memisahkan dan memurnikan campuran dengan rekristalisasi

 IV.            Landasan Teori
Jika kita memahami sifat fisik dan sifat kimia zat padat ini dapat mempengaruhi keberhasilan dalam pemisahan zat padat yang akan dipisahkan dan juga pemurnian zat padat dalam suatu pelarut. Dalam melakukan percobaan dengan mencampurkan dua atau tiga jenis pelarut kita harus mengerti jenis-jenis pelarut organik dan gradient kepolaran. Teknik yang digunakan dalam memurnikan zat padat yaitu bisa menggunakan teknik kristalisasi, sublimasi dan khromatografi tergantung dari kompleksitas kemurnian zat padat dan juga sifat fisik maupun kimia, juga harus diperhatikan waktu dan bahan yang dibutuhkan dalam memisahkan zat padat.
Untuk memurnikan zat padat agar efektif dilakukan dengan teknik rekristalisasi yaitu melarutkannya dalam suatu pelarut yang cocok lalu disaring sewaktu panas agar dapat memisahkan zat padat. Prinsip rekristalisasi adalah senyawa dalam suatu campuran memiliki sifat kelarutan tertentu yang berbeda dari campuran lainnya dalam system tertentu. Dalam cara rekristalisasi pelarut digunakan seminimal mungkin agar jumlah zat yang diperoleh banyak sewaktu pendinginan larutan panas. Larutan juga jangan pekat, jumlah pelarut minimum perlu diperhatikan dahulu lalu baru ditambah sedikit demi sedikit kelebihannya. Penurunan suhu juga jangan terlalu cepat harus diatur kecepatannya (Penuntun Kimia Organik 1, 2016)
Kristalisasi merupakan cara pemisahan untuk mendapatkan zat padat dalam suatu cairan. Kristalisasi dapat dilakukan dengan cara penguapan ataupun pendinginan. Jika dilakukan dengan penguapan cairan dipanaskan sedangkan dengan pendinginan cairan didinginkan dengan prinsip perbadaan titik beku. Komponan yang akan dipisahkan harus berbentuk padat yang aslinya cair pada suhu kamar. Contohnya itu memisahkan garam dari air, air garam jika dipanaskan maka air akan menguap pemisahan dapat dihentikan ketika larutan tepat jenuh. Pada saat didiamkan maka akan terbentuk kristal garam, pengkristalan sempurna garam dapat dipisahkan dengan cara penyaringan ( Yazid, 2005).
Rekristalisasi pemurnian zat padat dari zat pengotornya dengan mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang cocok. Prinsip rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan zat pengotornya. Karena konsentrasi zat pengotor lebih kecil dari zat yang dimurnikan dalam keadaan dingin. Komsentasi dari zat pengotor tetap berada dalam larutan, yang konsentrasi tinggi akan mengendap. Kemurnian dapat ditingkatkan dengan pengendapan yang disaring, dilarutkan dan diendapkan ulang. Pengotor ion konsentrasi rendah terdapat dalam endapan (Pinalia, 2011).
Kristalisasi digolongkan atas sifat ikatan antara atom-atom atau molekul yang membangunnya. Penggolongan ini akan mendasari unsur semestinya yang akan digunakan dengan tepat oleh suspense pada zat asalnya (Syukri, 1999).

    V.            Alat dan Bahan
5.1     Alat
1.      Gelas Kimia 100 ml
2.      Pengangas
3.      Batang pengaduk
4.      Corong Buchner
5.      Kertas saring
6.      Cawan penguap
7.      Gelas wol
5.2     Bahan
1.      Air suling
2.      Asam benzoate
3.      Aquades
4.      Naftalen

 VI.            Prosedur Kerja
  7.1            Prosedur percobaan rekristalisasi
a.         Dituangkan 50 ml air suling kedalam gelas kimia 100 ml, dipanaskan hingga timbul gelembung-gelembung
b.         Dimasukkan 0,5 gram asam benzoate tercemar kedalam gelas kimia 100 ml yang lain, ditambahkan air panas tersebut sedikit demi sedikit diaduk hingga larut semua.
c.         Dengan menggunakan corong Buchner  disaring campuran tersebut dalam keadaan panas dan ditampung filtratnya dalam gelas kimia. Disiram endapan yang tertinggal dengan air panas. Dijenuhkan. Didinginkan hingga terbentuk Kristal. Apabila pada pendinginan tidak terbentuk Kristal didinginkan dalam es.
d.        Disaring Kristal yang terbentuk dengan corong Buchner, dikeringkan
e.         Diuji titik leleh dan bentuk kristalnya, dibandingkan dengan data yang ada dalam hand book.

  7.2            Sublimasi
a.       Dimasukkan 1-2 gram naftalen tercemari kedalam cawan penguap
b.      Ditutup permukaan cawan penguap dengan kertas saring yang telah dibuat lobang-lobang kecil
c.       Disumbat corong dengan gelas wool atau kapas seperti pada gambar
d.      Diletakkan cawan tersebut diatas kasa dari pembakar, dinyalakan api dan dipanaskan dengan nyala api kecil
e.       Dihentikan pembakaran setelah semua zat yang akan disublimasi habis ( lebih kurang 5 menit)
f.       Dikumpulkan zat yang ada pada kertas saring dan corong bila ada, diujilah titik leleh dan bentuk kristalnya, dicocokkan dengan data hand book.

                  Permasalahan :
1.      Mengapa bisa kapur barus yang menjadi kristal terdapat dibagian permukaan kaleng dan juga dibagian atas tutup kaleng ? Mengapa bisa terpisah-pisah antara bagian bawah dan atas ?
2.      Apa fungsi digunakannya pasir pada kristalisasi ? Dan apa yang terjadi pada pasir pada saat pemanasan terjadi ?
3.      Mangapa jumlah massa kapur barus sebelum dan sesudah dilakukannya kristalisasi berkurang ? mengapa demikian ?

Untuk melihat video silahkan klik link dibawah ini :
https://youtu.be/MhahZUbhWcs

Selasa, 18 Februari 2020

laporan percobaan 2


LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA ORGANIK I


Hasil gambar untuk logo unja



HESTI NURMELIS (A1C118090)
REGULER A 2018

DOSEN PENGAMPU
Dr.Drs. SYAMSURIZAL, M.Si.


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020

   VII.            Data pengamatan
  7.1            Kalibrasi termometer
No
perlakuan
Hasil
1
Dimasukkan termometer kedalam labu elemeyer yang telah diisi dengan air dan serbuk batu es yang mana labu elemeyer telah disumbat terlebih dahulu dengan penyumbat agar terisolasi
Skala termometer turun hingga 0 serajat
2
Aquades dimasukkan kedalam labu elemeyer yang telah disumbat lalu dipanaskan
Suhu awal 95C hingga suhu tetap 97 C

  7.2            Penentuan titik leleh
NO

Nama senyawa
Titik leleh
pelarutr
Mulai
tepat
1
Naftalen
78C
84C
Minyak
2
Glukosa
120C
140C
Minyak
3
Beta naftol
105C
115C
Minyak
4
Asam benzoat
98C
150C
Minyak
5
Maltosa
105C
107C
Minyak

Penentuan titik leleh campuran
No
Campuran 2 senyawa
Titik leleh (°c)
1:1
1:3
3:1
Mulai
tepat
mulai
tepat
mulai
tepat
1
Naftalen- glukosa
100 C
148C
148C
155C
130C
146C
2
Beta naftol – asam benzoat
88 C
92C
90C
103C
85C
120C
3
Glukosa –beta naftol
130 C
140C
146C
150C
138C
149C
4
Asam benzoat-maltosa
110C
120C
100C
155C
97C
135C
5
Maltosa-naftalen
120C
122C
110C
114C
113C
115C

  7.3            Demonstrasi titik leleh dengan MPA (melting point apparatus)
NO

Nama senyawa
Titik leleh
Mulai
tepat
1
Naftalen
80˚C
110˚C
2
Glukosa
160,22C
180C
3
Beta naftol
110 ˚C
115˚C
4
Asam benzoat
115˚C
120˚C
5
Maltosa
90˚C
102˚C

VIII.            Pembahasan
                 8.1            Kalibrasi Termometer
        Kalibrasi digunakan untuk menetapkan standar pengukuran dan untuk mengetahui apakah termometer tersebut dapat digunakan atau tidak serta untuk mengetahui tingkat keakuratan dan ketelitian dari pengukuran. Pada kalibrasi termometer dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan air mendidih dan menggunakan es batu. Pada saat mengkalibrasi termometer menggunakan es batu dan air suhu yang dicapai adalah 0˚C dengan menyumbat bagian atas tabung Erlenmeyer agar campuran yang ada didalam tabung tidak terkontaminasidng kotoran yang ada diluar atau pun zat lainnya, dan juga agar campuran didalam tetap terisolasi dari udara luar. Pada teknik menggunakan air mendidih suhu yang dicapai adalah 100˚C. Sebelum mengkalibrasi penting untuk mengetahui titik leleh dari suatu sampel yang akan digunakan agar tidak terjadi suatu kesalahan yang dapat mengakibatkan misalnya termometer pecah karena melewati batas titik didih suatu zat.

  8.2            Penentuan Titik Leleh
             Dalam penentuan titik leleh digunakan 5 sampel yaitu : Naftalen, Glukosa, Beta nafol, Asam Benzoat dan Maltosa. Dalam penentuan titik leleh digunakan 2 cara yaitu manual dan menggunakan alat MPA (melting point Apparatus). Hasil dari cara manual dengan MPA berbeda-beda, sampel yang digunakan pada uji titik leleh berupa Kristal yang kemudian dimasukkan kedalam pipa kapiler. Kemudian diikat dengan termometer lalu dipanaskan didalam gelas kimia yang berisi aquades. Titik leleh dari naftalen adalah 80˚C. Naftalen mulai meleh pada cara menual adalah pada suhu 78˚C hingga tepat meleleh pada suhu 84˚C, sedangkan jika menggunakan MPA naftalen mulai meleleh pada suhu 80 ˚C dan tepat meleleh pada suhu 110 ˚C. Sedangkan pada glukosa yang memiliki titik leleh 146˚C mulai meleleh pada suhu 120˚C hingga tepat meleleh pada suhu 140˚C jika menggunakan MPA glukosa mulai meleleh pada suhu 160 ˚C dan tepat meleleh pada suhu 180 ˚C. Selanjutnya adalah Beta Naftol yang memiliki titik leleh 95˚C mulai meleleh pada saat suhu 105 ˚C hingga tepat meleleh pada suhu 115˚C jika menggunakan MPA Beta naftol mulai meleleh pada suhu 110 ˚C hingga tepat meleleh pada suhu 115 ˚C. Pada sampel asam benzoate yang memiliki titik leleh 122˚C mulai meleleh pada suhu 98˚C dan tepat meleleh pada suhu 150 ˚C jika menggunakan MPA asam benzoate mulai meleleh pada suhu 115 ˚C  dan tepat meleleh 115 ˚C serta yang terakhir adalah maltosa yang titik leleh nya adalah 102˚C mulai meleleh pada suhu 105 ˚C hingga tepat meleleh pada suhu 107 ˚C jika menggunakan MPA maltosa mulai meleleh pada suhu 90 ˚C dan tepat meleleh pada suhu 102 ˚C.
  8.3            Penentuan Titik Leleh Senyawa Campuran
           Pada penentuan titik leleh senyawa campuran digunakan berbagai perbandingan antara naftalen dan glukosa, beta naftol dan benzoate, glukosa beta naftol, asam benzoate dan maltosa dan maltosa naftalen yang masing-masing perbandingan adalah 1:1, 1:3 dan 3:1. Pada penentua titik leleh senyawa campuran praktikan menggunakan cara manual. Pada naftalen dan glukosa dengan perbandingan 1:1 mulai mengalami pelelehan pada suhu 100 ˚C hingga tepat meleleh pada suhu 148 ˚C. Sedangkan pada perbandingan 1:3 naftalen dan glukosa mulai meleleh pada saat suhu 148 ˚C dan tepat meleleh pada suhu 155 ˚C selanjutnya pada perbandingan 3:1 naftalen dan glukosa mulai meleleh pada suhu 130 ˚C dan tepat meleleh pada suhu 146 ˚C. Kemudian pada campuran antara beta naftol dan benzoate pada perbandingan 1:1 mulai meleleh pada suhu 88 ˚C dan tepat meleleh pada suhu 92 ˚C, pada perbandingan 1:3 mulai meleleh pada suhu 90 ˚C dan tepat meleleh pada suhu 103 ˚C juga pada perbandingan 3:1 mulai meleleh pada suhu 85 ˚C dan tepat meleleh pada suhu 120 ˚C. Kemudian pada campuran antara glukosa dan beta naftol pada perbandingan 1:1 mulai meleleh pada suhu 130 ˚C dan tepat meleleh pada suhu 140 ˚C, kemudian perbandingan 1:3 mulai meleleh pada suhu 146 ˚C dan tepat meleleh pada suhu 150 ˚C dan pada perbandingan 3:1 mulai meleleh pada suhu 138 ˚C dan tepat meleleh pada suhu 149 ˚C. Pada campuran asam benzoate dan maltosa pada perbandingan 1:1 mulai meleleh pada suhu 110 ˚C dan tepat meleleh pada suhu 120 ˚C kemudian perbandingan 1:3 mulai meleleh pada suhu 100 ˚C dan tepat meleleh pada suhu 155 ˚C dan pada perbandingan 3:1 mulai meleleh pada suhu 97 ˚C dan tepat meleleh pada suhu 135 ˚C. Pada campuran maltosa dan naftalen pada perbandingan 1:1 mulai meleleh pada suhu 120 ˚C dan tepat meleleh pada suhu 122 ˚C kemudian perbandingan 1:3 mulai meleleh pada suhu 110 ˚C da tepat meleleh pada suhu 114 ˚C dan pada perbandingan 3:1 mulai meleleh pada suhu 113 ˚C dan tapat meleleh pada suhu 115 ˚C.




 IX.            Permasalahan
1.      Mengapa pada uji titik leleh menggunakan sampel naftalen didapatkan hasil yang berbeda antara cara manual dengan cara menggunkan alat MPA ?
2.      Kenapa saat menggunakan perbandingan sampel yang berbeda-beda misalnya pada naftalen dan glukosa hasil titik leleh nya juga berbeda ?
3.      Mengapa pipa kepiler harus dibakar setelah dimasukkan sampel kedalamnya ?
    X.            Kesimpulan
1.      Prinsip dasar penentuan titik leleh suatu senyawa murni ditentukan melalui pengamatan trayek lelehnya yang dimulai saat terjadi pelelehan perubahan fasa padat menjadi fasa cair sampai meleleh seluruhnya.
2.      Kalibrasi dilakukan untuk menetapkan standar pengukuran dan juga  mengetahui apakah termometer tersebut masih layak digunakan atau tidak dan juga untuk mengetahui keakuratan, ketelitian dari pengukuran. Dalam mengkalibrasi termometer ada dua cara yang dapat kita lakukan yaitu cara pertama dengan menggunakan es batu dan kedua dengan menggunakan air mendidih.
3.      Kemurnian dari senyawa dapat kita lihat pada trayek suhu yang didapatkan ketika menentukan titik leleh, jika trayek suhunya jauh selisih nya maka senyawa nya kurang murni dan juga sebaliknya jika trayek suhunya kecil selisih nya dapat dikatakan senyawa tersebut murni.
4.      Penentuan titik leleh senyawa murni didapatkan data pengamatan yaitu:
1.      Naftalen : 78 ◦C
2.      Glukosa : 120 ◦C
3.      Betha naftol: 105◦C
4.      Asam benzoat: 98◦C
5.      Maltosa : 105◦C
 XI.            Manfaat
1.      Dapat mengetahui cara melakukan kalibrasi pada termometer
2.      Dapat mengetahui titik leleh pada masing-masing sampel yang digunakan
3.      Dapat membedakan senyawa murni denga senyawa tidak murni
4.      Dapat menggunakan alat MPA (melting point apparatus)
   XII.            Daftar Pustaka
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Jakarta : Erlangga.
(http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/02/26/70/) diakses pada 12 Februari 2020.
Morris, A. 2011. Pengaruh Massa Guarsal Terhadap Titik Leleh Plastik Biogradabil dari Pati Abu Kayu. Jurnal Of Chemistry. Volume : 2. Nomor : 1.
Suryatin, Budi. 2006. Fisika VII Untuk Sekolah Menengah Pertama dan MTS Kelas VII. Jakarta : Grasindo.
Tim Kimia Organik. 2016. Penuntun Praktikum Kimia Organik I. Jambi : Universitas Jambi.

link video :
https://youtu.be/kglJKQLe8vE

XIII. Lampiran 

penentuan titik leleh campuran  naftalen ditambah glukosa
kalibrasi termometer

kalibrasi termometer menggunakan es batu

penentuan titik leleh menggunakan MPA (melting point apparatus)

JURNAL PRAKTIKUM KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KOLOM

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I HESTI NURMELIS (A1C118090) REGULER A 2018 DOSEN PENGAMPU Dr.Drs. SYAMSURIZAL, M...