Minggu, 26 April 2020

JURNAL PRAKTIKUM KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KOLOM


JURNAL PRAKTIKUM
KIMIA ORGANIK I



lambang unja orange – Rizano Universitas Jambi


HESTI NURMELIS (A1C118090)
REGULER A 2018


DOSEN PENGAMPU
Dr.Drs. SYAMSURIZAL, M.Si.



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020


PERCOBAAN 8
I.                    Judul : Kromatografi Lapis Tipis dan Kolom
  II.               Hari, Tanggal : Rabu, 29 April 2020
 III.            Tujuan : Adapun tujuan dilakukannya praktikum kali ini adalah :
1.      Dapat mengetahui teknik-teknik dasar kromatografi lapis tipis dan kolom.
2.      Dapat membuat pelat kromatografi lapis tipis dan kolom kromatografi.
3.      Dapat memisahkan suatu senyawa dari campurannya dengan kromatografi lapis tipis dan memurnikannya dengan kolom.
4.      Dapat memisahkan pigmen tumbuhan dengan cara kromatografi kolom.
 IV.       Landasan Teori
Kromatografi teknik pemisahan suatu komponen berdasarkan pendistribusian zat antara dua fase, yaitu fase diam (stasioner) dan fase gerak (mobile). Kromatografi azas penting tersebut pada senyawa yang berbeda juga memiliki koefisien yang berbeda diantara kedua fase tersebut. Ada dua kemungkinan yang terjadi pada senyawa-senyawa tersebut yaitu senyawa yang berinteraksi secara lemah dan senyawa yang berinteraksi secara kuat. Untuk senyawa yang beriteraksi secara kuat dengan fase diam akan bergerak lambat, dan untuk senyawa yang berinteraksi secara lemah dengan fase diam akan bergerak lebih cepat dan akan lebih lama tertinggal dalam fase gerak dalam sistem kromatografi. Setiap komponen yang ada dalam campuran senyawa bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda pada sistem kromatografi, oleh karena itu akan dihasilkan pemisahan yang sempurna.
Kromatografi dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu kromatografi lapis tipi (TLC), kromatografi kolom, kromatografi gas (GC), dan lain sebagainya. Kromatografi lapis tiis (TLC ;Thin Layer Chromatography), pada kromatografi ini bahan penyerapnya dilekatkan tersebar pada plat kaca, alumunium, atau plastik. Kromatografi tipis memiliki kelebihan yaitu pada sistem pengerjaannya lebih cepat, kebutuhan bahan  dapat disesuaikan dengan keperluan  dan pemisahan yang dilakukan baik. Kromatografi kolom teknik kromatografi yang penting untuk skala preparatif, dari beberapa miligram sampai puluhan gram. Kromatografi kolom pemisahannya menggunakan kolom kaca yang diisi dengan bahan penjerap. Cara melakukan pemisahan ini adalah dengan cara memasukkan campuran yang akan dipisahkan dibagian atas timbunan penjerap, dimana semua campuran ini akan terjerap semuanya. Dalam kromatografi ada istilah eluen, eluen adalah fase gerak yang dialirkan terus-menerus melalui bahan penjerap. Semua zat yang berada didalam campuran tersebut akan ikut turun dengan kecepatan yang berbeda-beda, hal ini bergantung pada afinitasnya terhadap penjerap (Tim Kimia Organik, 2020).
                Setelah dilakukan proses kromatografi yaitu dari proses penotolan noda pada plat, kemudian pengujian dengan eluen adalah mendeteksi noda yang telah didapatkan. Dalam hal ini pendeteksian noda (KLT) lebih mudah dilakukan jika dibandingkan kromatografi kertas. Jika didapatkan noda yang tidak berwarna atau berpendar jika dikenai oleh sinar ultraviolet dapat ditempatkan dengan cara yaitu mendidihkan papan pengembang pada larutan iod. Sehingga nantinya uap iod tersebut akan berinteraksi dengan komponen sampel yang terbentuk baik berdasarkan kelarutan membentuk warna atau secara kimiawinya (Soebagio, 2000).
Kromatografi dikenal dengan fase diam dan fase gerak. Kromatografi bertujuan untuk memisahkan campuran zat menjadi komponen atau partikel-partikel penyusun dari campuran tersebut, lalu komponen yang didapatkan akan dianalisis satu persatu. Jenis pemisahan dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu kromatografi lapis tipis, kromatografi cair, kromatografi penukar ion, kromatografi afinitas. Kromatografi beberapa jenis pada prinsip dasarnya tetap sama satu dan lainnya. Prinsip pemisahan kromatografi adalah didalam suatu campuran yang terdiri dari komponen-komponen zat tertentu dimana komponen tersebut terletak pada perbedaan afinitas atau gaya adesi dari setiap jenis analit terhadap fase diam dan fase gerak, oleh karena itu komponen-komponen tersebut dapat terpisah dari campurannya. Penentuan afinitas dari suatu analit dengan melihat daya adsorpsinya terhadap fase diam dan kelarutan analit tersebut (http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/04/10/325teknik-pemisahan-dengan-khromatografi/).
(KLT) dikembangkan Ismailoff dan Schaiber tahun 1938. Pemisahan ini ada yang dinamakan dengan adsorben dan adsorbat. Adsorben zat digunakan untuk menyerap partikel atau molekul yang ada didalam suatu zat. Sedangkan adsorbat zat yang akan diserap. Kromatografi kolom terbuka adsorben dilapiskan diatas lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Kromatografi kolom terbuka adalah dimana fasa bergerak akan berjalan sepanjang terjadinya fase diam hingga terbentuknya kromatografi. kromatografi kolom metode yang sederhana, cepat dalam melakukan pemisahan dan mudah didapatkan senyawa-senyawa yang terpisah. Pelapis yang sering digunakan pada kromatografi kolom adalah silici gel, juga digunakan bubuk selulosa (Khopkar, 2010).
Kromatografi terdiri dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam (Stationer Phase) salah satu fase penting dengan adanya fase diam ini didapatkannya perbedaan waktu retensi (Rf) dan terpisahnya komponen senyawa analit dari sampel tersebut. Contoh fase diam berupa bahan (berpori) berbentuk molekul kecil atau cairan yang dilapisi padatan pendukung. Fase gerak yang membawa analit, fase gerak bersifat inert berinteraksi dengan analit. Fase gerak yang ada tidak selalu berbentuk cairan, ada juga fase gerak yang berbentuk gas, digunakan sebagai carrier gas senyawa yang bersifat volatil atau mudah menguap, namun kebanyakan dari penelitian menggunakan fase geraknya  adalah berupa cairan (Krisma, 2010).
  V.          Alat dan Bahan
5.1         Alat
1.         Plat TLC
2.         Erlenmeyer
3.         Gelas piala
4.         Pipa kapiler
5.         Dryer
6.         Bejana pengembang
7.         Kolom kromatografi
8.         Lampu UV
9.         Glass wool
10.     Tabung reaksi
11.     Pengaduk
12.     Pipet tetes
13.     Pensil
14.     Glass wol
5.2         Bahan
1.         Metanol
2.         Etanol
3.         Etil-asetat
4.         Kloroform
5.         n-heksan           
6.         Aseton
7.         Ekstrak tanaman
8.         Serium sulfat
9.         Ekstrak daun
10.     Silika gel
11.     Asam asetat
12.     Larutan pengembang

 VI.       Prosedur
6.1          Kromatologi Lapis Tipis
a.             Penyiapan Pelat
1.    Dibersihkan pelat kaca kecil dengan air, lalu dengan methanol, lap dengan kertas atau kain kering kemudian dikeringkan di dalam oven pengering.
2.    Disusun 5 pelat diatas sebuah kaca besar, kemudian direkatkan kedua sisi deretan pelat kecil tadi dengan pita selotip
3.    Disiapkan suspense silica gel dengan mencampurkan 5 gram bahan dan 10 ml methanol atau air suling dalam gelas piala tertutup, disebarkan suspense di atas pelat dan diratakan suspense keseluruhan permukaan kaca dengan bantuan batang pengaduk. Dikeringkan pelat dalam oven 120 derajat celcius sekitar 10 menit.
b.             Penyiapan Pelat
1.    Dibuat larutan pengembang dengan komposisi methanol, asam asetat, eter, benzene (0,10 ; 1 ; 3 ; 5,9)ml dalam gelas piala 100 ml. Dilapisi dinding dalam gelas piala dengan kertas saring. Ditutup gelas piala tersebut dengan cawan petri agar lingkungan dalam bejana jenuh dengan pelarut pengembang.
c.              Penyiapan Pelat
1.    Digerus dua buah tablet yang mengandung kafein dan diekstaksi dengan 5 ml methanol
2.    Dilarutkan 50 mg kafein standar dalam 1 ml methanol dalam sebuah tabung reaksi kecil.
3.    Cairan ekstraksi obat maupun larutan susentik masing-masing diambil dengan menggunakan pipa gelas kapiler, lalu dibubuhkan di atas pelat TLC kecil dengan jarak 1cm satu sama lain dan 1 cm dari tepi pelat kaca. Dikeringkan noda sampel dan standar dengan dryer(tutup), lalu dibubuhkan 3-5 kali dengan setiap kali dikering. Diusahakan membentuk noda pekat yang kecil.
d.             Penyiapan Pelat
1.    Dimasukkan pelat dalam bejana pengembang. Dijaga agar jangan noda senyawa tidak terendam dalam larutan pengembang. Dibiarkan proses ini berlangung sampai garis dapat pelarut mencapai sekitar 1 cm dari tepi atas pelat.
2.    Diangkat pelat dari bejana, ditandai garis depan pelarut dengan pensil lunak lalu dikeringkan.
3.    Dimasukkan pelat kedalam gelas piala 250 ml yang berisi butiran Kristal iod, dan ditunggu sampai pelat  menampakkan noda
4.    Dianggkat pelat dan ditandai segera lingkaran noda dengan pensil
5.    Dihitung dan dibandingkan semua Rf yang diperoleh.

6.1          Kromatologi Kolom
a.             Penyiapan sampel
1.    Kira-kira sepuluh lembar contoh daun dilumatkan dengan lumping dan direndam selama 1 jam dengan campuran 90 ml petroleum eter, 10 ml benzene dan 30 ml methanol. Disaring lalu diekstraksi dengan 4 kali 50 ml. dipisahkan lapisan organik. dikeringkan lapisan ini dengan Kristal Na-sulfat anhidrat. Kemudian disaring lagi. Dipekatkan lapisan organik dengan buntuan rotavor sampai volume cairan tinggal beberapa milliliter.
b.             Penyiapan Kolom
1.    Disipakan kolom kromatografi dengan sebuah pipet tetes. Disumbat bagaian bawah dengan glass wool, dimasukkan suspense selulosa. Sehingga timbunan selulosa dalam kolom mencapai 3-4 cm. dimasukkan suspense selulosa membentuk ketinggian 3-4 cm. selama pengemasan kolom, pelarut harus terus-menerus diberikan, jangan sampai penjerap menjadi kering dan uadar masuk. Letakkan guntinga kertas saring diantara dan diatas timbunan penjerap untuk menjaga agar permukaannya tida terganggu oleh aliran satu sampel yang akan dimasukkan.
c.              Kromatografi
1.    Setelah permukaan pelarut turun mendekati penjerap, masukkan larutan sampel setinggi 1 cm. jika permukaan sampel telah mendekati permukaan penjerap, segara bilas bagian dalam kolom dengan pelarut campuran PE;aseton (6;1). Pelarut harus terus-menerut diteteskan ke dalam kolom. Pemisahan yang terjadi terlihat dari sejumlah pita berwarna. Pita orange bergerak paling cepat, disusul pita hijau, pita kuning dan hijau. Tetesan yang keluar dari kolom ditampung dengan beberapa tabung reaksi bersih dan dapat dipisahkan berdasarkan warnanya. Dihentikan pemberian pelarut bila semua warna telah keluarr dari kolom. Apabila pemisahan berjalan dengan baik akan tampak pita hijau dari klorofil b pada sukrosa, klorofl a berwarna hijau bru pada sukrosa atau CaCO2. Pita kuning dari xantofil pada CaCO3 dan pita jingga dari karoten pada selulosa.

VII.     Permasalahan
1.    Bagaimana cara untuk mengatur daya elusi fase gerak sehingga bisa menghasilkan pemisahan yang maksimal dan sempurna ?
2.    Apakah perbandingan komposisi eluen yang digunakan berpengaruh terhadap pemisahan menggunakan kromatografi lapis tipis ? Dan mengapa eluen harus dijenuhkan terlebih dahulu ? Jelaskan!
3.    Apa alternatif lain yang baik untuk digunakan menggantikan lempeng KLT selain silika gel ? Jelaskan! Serta mengapa pada saat lempeng KLT dimasukkan kedalam eluen harus berada pada posisi 30°C ?

LINK VIDEO :




Senin, 20 April 2020

JURNAL PERCOBAAN 7 PEMBUATAAN SIKLOHEKSANON


JURNAL PRAKTIKUM
KIMIA ORGANIK I



lambang unja orange – Rizano Universitas Jambi


HESTI NURMELIS (A1C118090)
REGULER A 2018


DOSEN PENGAMPU
Dr.Drs. SYAMSURIZAL, M.Si.



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020


PERCOBAAN 7
I.                    Judul : Pembuatan Sikloheksanon
  II.               Hari, Tanggal : Rabu, 22 April 2020
 III.            Tujuan : Adapun tujuan dilakukannya praktikum kali ini adalah :
1.      Dapat melakukan oksidasi alkohol sekunder alisiklik
2.      Dapat memahami bahwa tidak hanya alkohol sekunder alifatis biasa saja yang dapat dioksidasi tetapi juga alkohol sekunder alifatik.
 IV.       Landasan Teori
Oksidasi alkohol sekunder alisiklis menjadi keton alisiklis dengan oksidator kalium dikromat dalam suasana asam adalah pembuatan sikloheksanon.
C6H11-OH à C6H11 = O + H2O
Mekanisme reaksinya :
Cr2O72- + 14H+ + 3e à 2Cr3+ + 7H2O
H – C – OH à C = O + 2e
Tingkat oksidasi C dalam sikloheksanon adalah nol, sedangkan dalam sikloheksanon adalah 2+ pembentukan sikloheksanon ada tahap oksidasi melalui reaksi eliminasi dari alkil ester asam kromatnya. Kondisi, optimum untuk reaksi redoks pada suhu 55-60 C˚. Tahap pemisahan sikloheksanon dari campuran reaksinya dan pemurniannya dilakukan berdasarkan sifat fisik (Tim Kimia Organik I).
Senyawa yang mengendung gugus fungsional –OH disebut alkohol. Gugus –OH  berikatan kovalen dengan atom karbon dalam molekul alkohol, dan molekul-molekul tersebut tidak terorientasi didalam air menghasilkan ion –OH. Alkohol paling sederhana adalah methanol, CH3OH yang disebut metil alkohol. Jika jumlah atm karbon dalam molekul alkohol lebih besar dari dua, ada beberapa isomer yang mungkin bergantung pada letak gugus –OH seperti pada sifat alami rantai karbon (Goldberg, 2004).
Keton adalah suatu senyawa organik yang mempunyai sebuah juga dapat dikatakan senyawa organik yang karbon karbonilnya dihubungkan dengan dua karbon lainnya. keton tidak mengandung atom hidrogen yang terikat pada gugus karbonil (Wilbram, 1992).
Menurut Mulyaman (2015), alcohol dengan sekurang-kurangnya satu hidrogen melekat pada karbon pembawa hidroksil dapat dioksidasi menjadi senyawa karbonil. Alcohol primer menghasilkan aldehida, yang dapat dioksidasi lebih lanjut menjadi asam karboksilat. Alcohol sekunder menghasilkan keton. Perhatikan bahwa sewaktu alcohol dioksidasi menjadi aldehida atau keton dan kemudian menjadi asam karboksilat, jumlah ikatan diantara atom karbon reaktif dan atom oksigen meningkat dari satu menjadi dua dan menjadi tiga. Dengan kata lain, kita katakana bahwa bilangan oksidasi karbon itu naik sewaktu kita bergerak dari alcohol menjadi aldehida atau keton, lalu menjadi asam karboksilat. Alcohol tersier, karena tidak memiliki atom hidrogen pada karbon pembawa hidroksil, tidak menjalani reaksi oksidasi.
Description: ab
Dalam reaksi organik tidak gampang untuk menyatakan bahwa atom karbon itu memperoleh atau kehilangan electron, oksidasi dan reduksi adalah reaksi yang biasa. Jika sebuah atom atau molekul memperoleh oksigen atau kehilangan hydrogen maka molekul itu teroksidasi. Jika sebuah atom atau molekul kehilangan oksigen atau memperoleh hidrogen maka molekul tereduksi (Fessenden, 1986).
  V.          Alat dan Bahan
5.1     Alat
1.        Gelas kimia
2.        Erlenmeyer
3.        Labu bundar
4.        Alat destilasi
5.        Corong
6.        Penangas udara
5.2     Bahan
1.      Kalium dikromat
2.      Asam sulfat pekat
3.      Sikloheksanol
4.      Petroleum eter
5.      Magnesium sulfat anhidrat
 VI.            Prosedur
1.      Dilarutkan 20,5 gr kalium dikromat dengan 100 ml air dalam gelas kimia 200 ml
2.      Ditambahkan 18 gr asam sulfat pekat, lalu didinginkan campuran ini sampai 30 derajat
3.      Dimasukkan 10 gr sikloheksanol dalam Erlenmeyer atau labu bundar 250 ml dan kedalam labu ini ditambahkan larutan dikromat sedikit demi sedikit.
4.      Digoncang labu sampai campuran reaksi bisa tercampur dengan baik dn diamati suhu campuran. Campuran akan menjadi panas dan apabila suhu mulai 55 derajat didinginkan bagian luar labu dalam air dingin.
5.      Diataur pendinginan agar supaya suhu campuran tidak melebihi 60 derajat lagi, didinginkan di udara kira-kiira setengah jam, sambil sekali-kali digoncangkan.
6.      Dipindahkan campuran reaksi kedalam labu bundar 500 ml
7.      Diambahkan 100 ml air, kemudian pasang pendingin untuk destilasi. Campuran destilasi sampai diperoleh kira-kira 65 ml destilat yang terdiri dari dua lapisan, lapisan air dan lapisan sikloheksanol.
8.      Dijenuhkan campuran reaksi dengan garam NaCl kira-kira diperlukan 13 gr kemudian dipisahkan lapisan sikloheksanon atas.
9.      Lapisan air diekstraksi dengan 3 gr natrium atau magnesium sulfat anhidrat.
10.  Disaring larutan kering ini ke dalam destilasi kecil, keluarkan pelarutnya dengan cara destilasi diatas penangas air tanpa api.
11.  Akhirnya residu sikloheksanon didestilasi diatas penangas udara atau diatas kaca berasbes.
12.  Dikumpulkan fraksi 154-156 derajat.
13.  Ditentukan pula indeks biasanya. Hasil percobaan sekitar 6,3 gr. Dari data ini, hitunglah rendemen praktis dan rendemen teoritis.
VII.     Permasalahan
1.      Mengapa pada pembuatan sikloheksanon oksidator yang digunakan harus dalam keadaan asam agar berjalan lebih cepat, kenapa tidak dengan keadaan basa saja ? Jelaskan!
2.      Pada pembuatan sikloheksanon suhu sangat berpengaruh yaitu larutan harus pada suhu berkisar 50-60 C°. Mengapa harus berkisar di suhu tersebut ? Apa yang akan terjadi bila suhu kurang atau lebih dari yang seharusnya ? Jelaskan!
3.      Pada pembuatan sikloheksanon terjadi reaksi oksidasi sikloheksanol dengan bantuan oksidator kalium dikromat. Tuliskan reaksi oksidasi yang terjadi! Dan pada pada pembuatan sikloheksanon digunakan zat anhidrat. Apa fungsi dari zat anhidrat tersebut ?

Link Video :
https://youtu.be/29AgX-2Zig8






JURNAL PRAKTIKUM KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN KOLOM

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I HESTI NURMELIS (A1C118090) REGULER A 2018 DOSEN PENGAMPU Dr.Drs. SYAMSURIZAL, M...